Pengajaran Bahasa Komunikatif
(CLT)
Pengajaran bahasa komikatif merupakan solusi yang muncul ketika
pengajaran bahasa sebagai sistem (tata bahasa dan kosa kata) serta penggunaan
strultur-struktur kebahasaan dinilai tidak menstimulasi kemampuan komunikaif
para siswanya; mereka kesulitan dalam menggunakan pengetahuan yang mereka
pelajari saat berbicara dengan “native
speaker”.
Komunikasi bersifat universal dan kompleks. Kompleksitas komunikasi
terdiri dari tiga perspektif, yaitu: kompetensi komunikasi (disebut juga
sebagai tujuan komunikasi), Komunikasi sebagai proses (terkadang digunakan
sebagai metode komunikasi), dan Komunikasi dalam konteks (membahas ‘pengaruh’
kebaratan CLT). Perlu diingat, CLT dari ketiga perspektif tersebut bukanlah
untuk mendikte para guru tentang apa yang
harus dan jangan dilakukan di dalam kelas.
A.
Komunikasi
sebagai Kompetensi
Kompetensi komunikasi tidak
hanya menyangkut kompetensi katatabahasaan, tetapi jg sosiolinguistik, wacana,
dan kompetensi strategis. Masalahnya, kemampuan komunikasi tidak hanya sebatas
penguasaan situasi komunikasi di lapangan, tetapi juga harus mampu menguasai
keberagaman pola komunikasi antar dan dalam budaya kecil dan budaya nasional.
Kelemahan lain adalah kompetensi komunikasi diartikan sebagai sesuatu yg eksak
(pasti). Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa
sudah pasti, mengingat kompetensi
komunikasi merupakan tujuan pengajaran bahasa. Padahal pada kenyataannya
cara berkomunikasi itu berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat dan teknologi.
Oleh karena itu, Alptekin
(2002) menyatakan bahwa tujuan sesungguhnya dalam pengajaran bahasa bukan agar
para siswa dapat berbicara layaknya “native
speaker”, melainkan agar mereka dapat mengembangkan kompetensi
linguistiknya, seperti penguasaan pola-pola komunikasi dalam lingkup sosial
untuk mengetahui kompetensi komunikasi seorang
individu atau kelompok.
B. Komunikasi sebagai Proses
Proses komunikasi menurut
Claude Shannon melibatkan penyebaran pesan. Satu orang mengirimkan pesan
melalui suatu media dan kemudian diterima oleh orang lain. Dalam CLT, proses
komunikasi lisan melibatkan berbicara sebagai produksi dan mendengar sebagai
kemampuan menerima. Dalam komunikasi tulisan, prosesnya meliputi menulis
sebagai produksi dan membaca sebagai kemampuan menerima. Kemudian Johnson
(1982) menyatakan lima prinsip dalam komunikasi, yaitu: prinsip penyampaian
informasi, prinsip kesenggangan informasi, prinsip teka-teki, prinsip
ketergantungan tugas, dan prinsip perbaikan isi. Dalam kelima prinsip ini
diketahui bahwa komunikasi seharusnya berjalan dua arah (interaktif) bukan satu
arah seperti yg dikatakan Shannon.
C. Komunikasi dalam Konteks
McKey (2002) mengkritik
penyebaran CLT yang hanya menekankan pada 'demokrasi, individualitas,
kreatifitas, dan ekspresi sosial', namun gagal dalam menyesuaikan kebutuhan dan
latar belakang guru dan siswa di daerah-daerah. Hal ini dikarenakan hampir
seluruh pengkaji yang mengkaji CLT adalah orang barat. Shingga teori komunikasi
dan istilah-istilahnya dipengaruhi oleh bahasa inggris sebagai bahasa akademis
internasional. Dengan ini adapatasi CLT oleh negara non-barat tidak akan cocok.
Untuk menyiasati hal ini yang harus diingat adalah komunikasi bersifat
universal. Komunikasi yg sesungguhnya adalah sebuah dinamika budaya dan situasi
yang tidak dapat diacuhkan dalam konteks apapun.
Berdasarkan ketiga perspektif
diatas, dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa komunikatif dapat digunakan
sebagai panduan bagi para pengajar dalam mengajarkan bahasa asing. Panduan yang
ditawarkan CLT bersifat fleksibel dan harus disesuaikan pada situasi dan materi
pengajaran. Sayangnya, banyak pengajar yang masih kesulitan untuk menentukan
situasi dan materi seperti apa yang cocok untuk pengaplikasian CLT. Disebutkan
pula diatas bahwa dengan banyaknya kajian CLT oleh orang barat membuat CLT
sulit untuk diadopsi dan diaplikasikan pada negara-negara non-barat dengan
bahasa non-inggris. Akan tetapi selama CLT digunakan dalam pengajaran Bahasa
Inggris, maka kendala tersebut tidaklah begitu berarti. Sebaliknya, CLT akan
sangat diperlukan jika ingin menghasilkan siswa yang mampu menggunakan Bahasa
Inggris sebagai media komunikasi dengan keprcayaan dan kemantapan pemahaman
linguistik yang diajarkan.
Enam Preposisi dalam Mencari Metodologi: Aplikasi linguistik ke dalam
pengajaran bahasa berbasis tugas.
Preposisi yang pertama adalah: Bahasa
merupakan sebuah sistem makna. Dan perolehan bahasa kedua menentukan suatu
perolehan suatu sistem baru untuk menyadari makna. Pembelajaran bahasa dan
perolehan bahasa sangat berhubungan dengan penjelasan Krashen (1985) bahwa para
siswa melakukan proses pembelajaran bahasa dan juga proses perolehan bahasa.
Pada proses pembelajaran bahasa mereka diberi waktu untuk menciptakan bahasa yg
sesuai dengan hasil yang diharapkan. Akan tetapi mereka tidak memperolehnya.
Sistem pembelajaran bahasa tidak mempengaruhi sistem perolehan bahasa. Proses
peningkatan kedua sistem ini pun berbeda. Pembelajaran bahasa merupakan proses
yang kita sadari dan dapat kita kendalikan. Sedangkan perolehan bahasa
merupakan proses bawah sadar, tidak dapat dikendalikan, dan muncul secara
alami.
Dengan demikian proposisi yang kedua adalah: pembelajaran dan perolehan bahasa memiliki perbedaan, tetapi perbedaan
itu samar dan kedua sistem
Pembelajaran dan perolehan bahasa memiliki fokus yang berbeda.
Fokus pembelajaran bahasa terletak pada bentuk bahasa, sedangkan perolehan
bahasa muncul secara tidak disadari dalam situasi yang terfokus pada makna.
Sehingga proposisi yang ketiga adalah: Perolehan bahasa didorong oleh keinginan dan kebutuhan untuk
mempertahankan makna dan terjadi melalui proses pemaknaan. Makna disini
diartikan sebagai cara kita mempresentasikan diri kita kepada orang lain. Kita
menunjukkan siapa kita melalui bahasa yang kita gunakan. Halliday menyebutnya
sebagai interpersonal.
Dengan begitu preposisi yang keempat adalah: bahasa memiliki fungsi yang sangat luas termasuk salah satunya
penyajian diri. Keberagaman bahasa tergantung pada kondisi dimana kita
berada. Ketika kita berada dalam situasi yang santai, maka kita cenderung
menggunakan bahasa yang ringan dan informal. Namun ketika kita berada dalam
situasi yang lebih formal, maka kita akan lebih menunjukkan bahasa yang sopan
dan terkesan intelek.
Dengan demikian proposisi yang ke lima adalah: Bahasa beraneka-ragam. Keberagaman bahasa terjadi karena perbedaan
keadaan dan perbedaan keinginan. Sehingga kita tidak dapat serta merta
menentukan bentuk bahasa apa yang harus digunakan seorang siswa. Dia harus
mampu memperbanyak pengetahuan bahasa mereka sendiri.
Proposisi yang terakhir adalah: Penyesuaian
pengajaran terhadap sebuah norma bahasa standar dinilai tidak memungkinkan dan
tidak diinginkan.
A.
Tugas dan
tahapan-tahapan tugas
Hal yang diharapkan dalam
pemberian tugas adalah agar siswa dapat mengaplikasikan penggunaan bahasa yang
benar. Dalam contoh tahapan tugas sederhana—tugas mengurutkan, tugas
mengklasifikasi, tugas memangkatkan—kita harus mampu menelaah bagaimana
tugas-tugas tersebut mengakomodir proposisi-proposisi di atas. Dengan begini
siswa dapat mempelajari bahasa sebagai sebuah sistem makna. Tugas juga dapat
memotivasi siswa, karena ada kepuasan tersendiri ketika mereka berhasil
menyelesaikan suatu tugas. Tugas juga membantu siswa memahami makna yang
kemudian memicu perolehan bahasa dengan sendirinya. (proposisi 1 dan 3)
B. Kerangka TBT
Kerangka TBT terdiri dari 3
fase utama, yaitu:
1.
Fase pre-task, dimana guru memperkenalkan topik
tugas, kata dan frase penting, dan memberikan tugas, cara mengerjakan, dan
hasil yang diharapkan. (poposisi 1 dan 3)
2.
Lingkaran tugas: tugas, perencanaan laporan,
dan melaporkan tugas. (proposisi 5, 4, dan 6)
3.
Fokus bentuk: analisa dan latihan tugas.
(proposisi 2)
C. Mengintegrasikan fokus pada bentuk
Dalam fokus bentuk, siswa
diminta untuk dapat mengerjakan latihan analisa dan mempraktekan frase-frase
penting pada transkrip yang telah diberikan. Hasilnya, jawaban para siswa
memiliki makna yang serupa tetapi dengan menggunakan kata-kata yang berbeda.
Latihan ini memberika siswa kesempatan untuk menggunakan kata dan ekspresi yang
mereka ketahui tanpa mengharuskan mereka menggunakan bahasa tertentu.
(proposisi 6)
Berbeda dengan CLT, TBT
memfokuskan metode pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa.
Keuntungan TBT adalah guru dapat mengendalikan output yang diinginkan dari para
siswa karena TBT bertahap dan sistematik. Tahapan-tahapan ini memberikan
gambaran jelas tentang apa yang diharapkan pengajar dari siswanya. Melalui TBT
para siswa juga diberikan jangka waktu untuk mengerjakan tugas demi hasil yang
memuaskan. Rentang waktu antara pemberian tugas, pengerjaan tugas, dan
pelaporan tugas ini juga merupakan kekurangan dalam metode ini. Terlalu
mengandalkan metode TBT akan berdampak pada ketidaksiapan siswa ketika
dihadapkan pada situasi dimana mereka diharuskan menggunakan bahasa kedua secara
spontanius. Oleh karena siswa dan guru pada umumnya lebih mengenal metode ini, maka sebaiknya metode TBT tetap
digunakan, namun dibarengi dengan metode CLT agar pemahaman para siswa terhadap
bahasa kedua tidak hanya sebatas bahasa sebagai sistem tetapi juga bahasa
sebagai alat komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar